ASUHAN KEPERAWATAN
PLASENTA PREVIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Implantasi plasenta normalnya terletak di bagian fundus
(bagian puncak atau atas rahim). Bisa agak ke kiri atau ke kanan sedikit,
tetapi tidak sampai meluas ke bagian bawah apalagi menutupi jalan lahir.
Patahan jalan lahir ini adalah ostium uteri internum, sedangkan dari luar dari
arah vagina disebut ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan
yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Plasenta previa
merupakan salah satu penyebab utama perdarahan antepartum pada trimester
ketiga.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.
Secara sederhana, rahim berbentuk segitiga terbalik, atau
bisa juga dibayangkan seperti daun waru (clover) terbalik dengan tangkai di
bawah. Bagian "tangkai" ini berbentuk seperti tabung atau corong
(dikenal sebagai leher rahim) dengan ujung terbuka (dikenal sebagai mulut
rahim).
Normalnya plasenta terletak di bagian fundus (bagian
puncak/atas rahim), bisa agak ke kiri atau ke kanan sedikit, tetapi tidak
sampai meluas ke bagian bawah apalagi menutupi jalan lahir.
Patokan jalan lahir ini adalah ostium uteri internum
(disingkat OUI, yaitu mulut rahim bila dilihat dari bagian dalam rahim). Kalau
dilihat dari luar - dari arah vagina - disebut ostium uteri eksterum. Plasenta
atau ari-ari terdiri dari vili-vili dan kotiledon yang berfungsi untuk jalan
makanan dan oksigen bagi janin. Makanan akan diantar melalui peredaran darah
yang sebelumnya disaring terlebih dahulu melalui plasenta. Plasenta juga
menyaring racun maupun obat-obatan yang membahayakan janin. Pada usia kehamilan
awal, lokasi plasenta berada pada bagian bawah rahim, dekat dengan jalan lahir,
tetapi seiring dengan perkembangan janin dan pembesaran rahim maka plasenta
bergeser ke atas sehingga menempati lokasi pada korpus atau fundus (bagian
atas) rahim pada triwulan ketiga. Pada plasenta previa, plasenta berada pada
lokasi yang tidak seharusnya yaitu di segmen rahim bagian bawah atau dekat
dengan jalan lahir meskipun perkembangan janin sudah memasuki triwulan ketiga.
Plasenta previa terjadi pada 1 dari 200 kehamilan dan merupakan penyebab
kematian tertinggi janin akibat kelahiran preterm (sebelum waktunya). Selain
itu kejadian anomali kongenital (kelainan bawaan di dalam rahim) meningkat
sebanyak 2,5 kali lebih tinggi pada plasenta previa.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian Plasenta Previa
2. Mengetahui
Klasifikasi Plasenta Previa
3. Mengetahui
Faktor Risiko Terjadinya Plasenta
Previa
4. Mengetahui
Patofisiologi Plasenta Previa
5.
Mengetahui Tanda dan Gejala Plasenta Previa
6.
Mengetahui Komplikasi Yang Terjadi pada Plasenta Previa
7.
Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Plasenta Previa
8.
Mengetahui Penatalaksanaan pada
Gangguan Kehamilan Plasenta Previa
9.
Mengetahui Penatalaksanaan /Terapi Spesifik pada Gangguan Kehamilan
Plasenta Previa
10. Mengetahui Cara Menyelesaikan Persalinan dengan
Plasenta Previa
11. Mengetahui Asuhan Keerawatan pada
Gangguan Kehamilan Plasenta Previa
1.3
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Plasenta Previa?
2. Bagaimana Klasifikasi Plasenta Previa?
3. Apa Faktor Risiko Terjadinya Plasenta
Previa?
4. Bagaimana Patofisiologi Plasenta Previa?
5.
Apa Tanda
dan Gejala Plasenta Previa?
6.
Apa Komplikasi
yang Terjadi pada Plasenta Previa?
7.
Apa Pemeriksaan
Diagnostik pada Plasenta Previa?
8.
Bagaimana Penatalaksanaan pada Gangguan Kehamilan Plasenta Previa?
9.
Bagaimana Penatalaksanaan /Terapi Spesifik pada Gangguan Kehamilan
Plasenta Previa?
10.Bagaiman
Cara Menyelesaikan Persalinan dengan
Plasenta Previa ?
11. Bagaimana Konsep Asuhan
Keperawatan pada Gangguan Kehamilan Plasenta Previa?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang ada di depan jalan
lahir (prae = di depan ; vias = jalan).Jadi yang dimaksud ialah plasenta yang
implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium internum. (Obstetri Patologi;UNPAD)
Plasenta previa
adalah posisi plasenta yang berada di segmen posterior maupun anterior,
sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os serviks (Helen
Varney,jan
M. Krebs,carolyn
L.Gregor;2006)
Placenta-previa artinya "plasenta di
depan" (previa=depan). Artinya, plasenta berada lebih "depan"
daripada janin yang hendak keluar. Angka kejadiannya sekitar 3-6 dari 1000
kehamilan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir.
2.2. Klasifikasi Plasenta Previa
Placenta previa dibagi atas 5:
1. Placenta previa totalis, bila
plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin
bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan
sangat hebat.
- Placenta previa partialis, bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
- Placenta previa marginalis, bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
- Low-lying placenta (plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hat-hati.
- Plasenta Previa Lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
2.3 Faktor risiko terjadinya
plasenta previa
Ada
beberapa faktor terjadinya plasenta previa yaitu:
1. Peningkatan usia ibu (>35 tahun)
Frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
2. Multiparitas
Penelitian dari Babinszki dkk
melaporkan bahwa kejadian plasenta previa 2,2% lebih tinggi pada wanita yang
sudah memiliki anak 5 atau lebih dibandingkan mereka yang memiliki anak lebih
sedikit.
3. Tindakan kebidanan
Riwayat kuretase setelah abortus
4. Operasi Caesar
Melahirkan dengan operasi caesar
mengakibatkan parut di dalam rahim. Kejadian meningkat pada wanita yang sudah
melakukan 2 kali atau lebih operasi Caesar.
5. Merokok
William dkk menemukan risiko relatif
kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali pada wanita yang merokok. Hal
tersebut terjadi karena karbondioksida yang terhisap mampu menyebabkan
hipertrofi (pembesaran) dari plasenta serta menyebabkan peradangan dan
berkurangnya vaskularisasi (pendarahan) plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta.
6. Riwayat plasenta previa sebelumnya.
7. Riwayat aborsi.
8. Kehamilan ganda.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim,
sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta.
10. Adanya jaringan rahim pada tempat
yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya
atau endometriosis.
11. Adanya trauma selama kehamilan.
12. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk,
patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan
terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
2.4
Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta
previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat sekmen uterus telah terbentuk dan
mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen
bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan pembukaan servik menyababkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena adanya
ketidakmampuan selaput otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
seperti pada plasenta letak normal.
2.5 Tanda dan Gejala
Perdarahan
adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%)
dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20
kehamilan adalah karakteristik dari plasenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan
dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai
parah.
Pemeriksaan
ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta previa. Evaluasi
ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau
transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun jauh dari mulut
serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya
kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada
wanita-wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik
pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala
paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan
kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut
tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama
terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual
dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim
sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim.
Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan
terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche
(pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja
operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
2.5.1 Gejala Utama
Perdarahan
yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar,
tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
2.5.2 Gejala Klinik
1.
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit
atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali biasanya tidak banyak dan
tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari
sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan
karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3.
Pada uterus tidak teraba keras dan
tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya
belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin (letak
lintang atau letak sungsang)
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah
mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih
hidup.
2.6
Komplikasi
a.
Plasenta abruptio. Pemisahan
plasenta dari dinding rahim
b.
Perdarahan sebelum atau selama
melahirkan yang dapat menyebabkan histerektomi (operasi pengangkatan
rahim).
c.
Plasenta akreta, plasenta inkreta,
plasenta perkreta
d.
Prematur atau kelahiran bayi sebelum
waktunya (< 37 minggu)
e.
Kecacatan pada bayi
2.7
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan
darah : hemoglobin, hematokrit
b. Pemeriksaan
ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium
c. Pemeriksaan
inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat menentukan sumber
perdarahan dari karnalis servisis atau sumber lain
(servisitis, polip,keganasan, laserasi/troma)
2.8
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
Medis
Episode pendarahan signifikan yang pertama
biasanya terjadi di rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena
akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Di rumah sakit TTV
pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar, dan dilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak memerlukan transfusi. Dilakukan
palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin, presentasi,dan
posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan
segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan
janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat
untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur kehamilan
janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan
jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini
cenderung berulang,
ibu harus tetap
dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin mengharuskan pengeluaran janin
darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36
minggu ; kemudian pilihan melahirkan bergantung pada apakah derajat
plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yang memiliki derajat plasenta previa minor dapat
memilih menunggu kelahiran sampai term atau dengan induksi
persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat
mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang ditentukan oleh
pasien atau
dokter,
meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati,
karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat
b.
Penatalaksanaan
keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk
tirah baring total dengan menghadap
ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari peningkatan tekanan rongga perut
(misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl
fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairan peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi
nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau
syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terjadi
renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidak teratasi, upaya
penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan. Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia
gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :
·
Bila perdarahan
sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu,lalu lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg
IV/hari selama 3hari.
·
Bila
perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani
seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada
renjatan usia gestaji 37 minggu atau lebih, taksiran
berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan persalinan
perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.
2.9 Penatalaksanaan /Terapi Spesifik
a. Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah
supaya janin tidak terlahir prematur, pasien dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melaui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non
invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik. Syarat pemberian
terapi ekspektatif :
a.
Kehamilan preterm dengan perdarahan
sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c.
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar
hemoglobin dalam batas normal)
d. Janin masih hidup.
·
Rawat
inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
·
Lakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
·
Berikan
tokolitik bila ada kontriksi :
1. MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan
4 gr tiap 6 jam
2. Nifedipin 3 x 20 mg/hari
3. Betamethason 24 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru janin
·
Uji
pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari test amniosentesis.
·
Bila
setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih berada di sekitar
ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga
perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan
gawat darurat.
·
Bila
perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu masih lama, pasien dapat
dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan
jarak untuk mencapai RS lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS
apabila terjadi perdarahan ulang.
b. Terapi aktif (tindakan segera)
· Wanita hamil di atas 22 minggu
dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.
· Untuk diagnosis placenta previa dan
menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi,
lakukan PDOM jika :
· Infus / tranfusi telah terpasang,
kamar dan tim operasi telah siap
· Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500
gram) dan in partu
· Janin telah meninggal atau terdapat
anomali kongenital mayor (misal : anensefali)
· Perdarahan dengan bagian terbawah
jsnin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5
pada palpasi luar)
2.10 Cara
menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :
1. Seksio Cesaria (SC)
Prinsip utama
dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan.
Tujuan SC
antara lain :
a. Melahirkan janin dengan segera
sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya
robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan pervaginam
·
Tempat
implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat
implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
·
Siapkan
darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
·
Lakukan
perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan
akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
§ Amniotomi dan akselerasi Umumnya dilakukan
pada placenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan > 3cm serta
presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah
rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih
lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
§ Versi Braxton Hicks Tujuan melakukan versi
Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade placenta dengan bokong (dan kaki)
janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
§ Traksi dengan Cunam Willet Kulit
kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan
placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini
biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.
BAB
III
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
a. Pengumpulan
data
1) Anamnesa
a) Identitas klien: data
diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medicalrecord
dll.
b) Keluhan utama : gejala pertama; perdarahan
pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III.
·
Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa
nyeri, berulang
·
Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh
darah yang robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi
intravaginal/rectal.
·
Sedikit banyaknya perdarahan;
tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.
c) Inspeksi
·
Dapat dilihat perdarahan pervaginam
banyak atau sedikit.
·
Jika perdarahan lebih banyak; ibu
tampak anemia.
d) Palpasi abdomen
·
Janin sering belum cukup bulan; TFU
masih rendah.
·
Sering dijumpai kesalahan letak
·
Bagian terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang/floating
2) Riwayat
Kesehatan
a) Riwayat
Obstetri
Memberikan
imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapat menentukan kemungkinan
masalah pada kehamilan
sekarang. Riwayat
obstetri meliputi:
· Gravida, para
abortus, dan anak hidup (GPAH)
·
Berat badan bayi
waktu lahir dan usia gestasi
·
Pengalaman
persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong persalinan
·
Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
·
Komplikasi
maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
·
Komplikasi pada
bayi
·
Rencana menyusui
bayi
b) Riwayat
mensturasi
Riwayat yang
lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP). TP ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan
rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga,
tahun disesuaikan.
c) Riwayat
Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat
berakibat buruk pada janin, ibu, ataukeduanya. Riwayat
kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjungan pertama.
Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan
yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual
pada janin.
d) Riwayat
penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada
kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan
trauma pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan
3) Pemeriksaan fisik
a) Umum
Pemeriksaan
fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
(1) Rambut dan kulit
·
Terjadi peningkatan pigmentasi pada aerola, putting
susu dan linea nigra.
·
Striae atau tanda guratan bisa terjadi
di daerah abdomen dan paha.
·
Laju pertumbuhan rambut berkurang.
(2) Mata : pucat,
anemis
(3) Hidung
(4) Gigi dan mulut
(5) Leher
(6) Buah dada /
payudara
·
Peningkatan pigmentasi areola putting
susu
·
Bertambahnya ukuran dan noduler
(7) Jantung dan paru
·
Volume darah meningkat
·
Peningkatan frekuensi nadi
·
Penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik dan pembulu darah pulmonal.
·
Terjadi hiperventilasi selama
kehamilan.
·
Peningkatan volume tidal, penurunan
resistensi jalan nafas.
·
Diafragma meningga.
·
Perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
(8)
Abdomen
·
Menentukan letak janin
·
Menentukan tinggi fundus uteri
(9)
Vagina
·
Peningkatan vaskularisasi yang
menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick)
·
Hipertropi epithelium
(10)
System
musculoskeletal
·
Persendian tulang pinggul yang
mengendur
·
Gaya berjalan yang canggung
·
Terjadi pemisahan otot rectum
abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
b) Khusus
(1) Tinggi fundus
uteri
(2) Posisi dan
persentasi janin
(3) Panggul dan
janin lahir
(4) Denyut jantung
janin
3.2. Diagnosa
keperawatan
a. Penurunan
cardiac out put berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah yang besar.
b. Ansietas yang
berhubungan dengan perdarahan kurangnya pengetahuan mengenai efek perdarahan
dan menejemennya.
c. Resiko tinggi
cedera (janin) b/d Hipoksia
jaringan / organ, profil darah abnormal, kerusakan sistem imun.
3.3. Rencana
keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Penurunan kardiak output berhubungan dengan perdarahan
dalam jumlah yang besar
|
Setelah dilakukkanya tindakan keperawatan 2 X 24
jam diharapkan penurunan kardiak output tidak terjadi atau teratasi
dengan kriteria hasil :
o Volume darah
intravaskuler dan kardiak output dapat diperbaiki sampai nadi, tekanan darah,
nilai hemodinamik, serta nilai laboratorium menunjukkan tanda normal
|
1. Kaji dan
catat TTV, TD serta jumlah perdarahan.
2. Bantu
pemberian pelayanan kesehatan atau mulai sarankan terapi cairan IV atau
terapi transfusi darah sesuai kebutuhan.
|
Pengkajian yang akurat mengenai status hemodinamik
merupakan dasar untuk perencanaan, intervensi, evaluasi.
Memperbaiki volume vaskuler membutuhkan terapi IV dan intervensi
farmakologi. Kehilangan volume darah harus diperbaiki untuk mencegah
komplikasi seperti infeksi, gangguan janin dan gangguan vital ibu hamil.
|
2
|
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan efek perdarahan
dan manejemennya.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
diharapkan ansietas dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Pasangan
dapat mengungkapkan harapannya dengan kata-kata tentang manajemen yang sudah
direncanakan, sehingga dapat mengurangi kecemasan pasangan.
|
1. Terapi
bersama pasangan dan menyatakan perasaan.
2. Menentukan
tingkat pemahaman pasangan tentang situasi dan manajemen yang sudah
direncanakan.
3. Berikan
pasangan informasi tentang manajemen yang sudah direncanakan.
|
Kehadiran perawat dan pemahaman secara empati merupakan
alat terapi yang potensial untuk mempersiapkan pasangan untuk menanggulangi
situasi yang tidak diharapkan.
Hal yang diberikan perawat akan memperkuat penjelasan
dokter dan untuk memberitahu dokter jika ada penjelasan yang penting.
Pendidikan pasien yang diberikan merupakan cara yang
efektif mencegah dan menurunkan rasa cemas. Pengetahuan akan mengurangi
ketakutan akan ha-hal yang tidak diketahui.
|
3.
|
Resiko tinggi
cedera (janin) b/d hipoksia jaringan/ organ,profil darah abnormal,
kerusakan sistem imun.
|
Kriteria evaluasi :
Menunjukkan profil darah dengan hitung SDP, Hb, dan
pemeriksaan koagulasi DBN normal.
|
1. Kaji jumlah
darah yang hilang. Pantau tanda/gejala syok
2. Catat suhu,
hitung SDP, dan bau serta warna rabas vagina, dapatkan kultur bila
dibutuhkan.
3. Catat
masukan/haluaran urin. Catat berat jenis urin.
4. Berikan
heparin, bila diindikasikan
5. Berikan
antibiotik secara parenteral
|
Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup
klien atau mengakibatkan infeksi pascapartum, anemia pascapartum, KID, gagal
ginjal, atau nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan
malnutrisi.
Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb
meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi.
Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan
haluaran urin.
Heparin dapat digunakan pada KID di kasus kematian
janin, atau kematian satu janin pada kehamilan multiple, atau untuk memblok siklus pembekuan dengan
melindungi faktor-faktor pembekuan dan menurunkan
hemoragi sampai terjadi perbaikan pembedahan
Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan
infeksi.
|
3.4. Pelaksanaan
Pelaksanaan
keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan
klien.
2.5. Evaluasi
Tahap
penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Perdarahan yang salah satunya
disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik
pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya
plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian
plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu
disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular
Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena
komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia
post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion
(Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa
meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu
sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian
neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004)
4.2.
Saran
1.
Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan
mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Bagi
petugas-petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat
memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan luka
perineum untuk mencegah infeksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar