OSTEOARTRITIS
LAPORAN PENDAHULUAN
GERONTIK
A. Konsep Dasar Lansia
1.
Proses
Menua
Usia
lanjut dikatakan sebagai tahap ahir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(
Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3),(4) No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.Usia lanjut adalah suatu proses alami
yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua atau
menjadi tua adalah
suatu keadaaan yang
terjadi didalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupannya, yaitu
anak, dewasa dan
tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara
biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua
berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas,
pengelihatan semakin memburuk,
gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).
Usia
lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
WHO
dan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia
pada Bab 1
Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia
60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunya daya tahan
tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam
dan luar tubuh.
Lanjut
usia merupakan istilah
tahap akhir dari
proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan
penduduk lanjut usia
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional ada tiga
aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek
sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk
yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan,
serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut
usia lebih dipandang
sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya.
Banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan
banyak manfaat, bahkan
ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa
tua, seringkali dipersepsikan
secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides
1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup
(Nugroho Wahyudi, 2000)
Menurut
UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun,
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Kelompok
lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif
yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo
dan Martono, 1999).
Menua
secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang
terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal
ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu
(Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama, 1995).
2.
Klasifikasi
Lansia
Klasifikasi
berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia
(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia
Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia
Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia
Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.
3.
Karakteristik
Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008),
lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia
lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
b. Kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi
maladaptif.
c. Lingkungan
tempat tinggal yang bervariasi.
4.
Tipe
Lansia
Di
zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia
lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe
arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya
dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe
mandiri
Lanjut usia ini senang
mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari
pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe
tidak puas
Lanjut usia yang selalu
mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe
pasrah
Lanjut usia yang selalu
menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang
terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
e.
Tipe bingung
Lansia
yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh.
5.
Tugas
Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia
untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia
lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun
tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan
diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan
diri untuk pensiun.
c. Membentuk
hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan
kehidupan baru.
e. Melakukan
penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f. Mempersiapkan
diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam,
2008).
B. Konsep Dasar Osteoartritis
1.
Definisi
Osteoartritis atau rematik adalah
penyakit sendi degeneratif dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dnegan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Osteoartritis adalah penyakit
peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia
dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
2. Etiologi
Penyebab
dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor
resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Usia
Dari semua faktor
resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah
40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis
Kelamin.
Wanita lebih sering
terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45
tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari
pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga
berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita
dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali
lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan
cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari
wanita tanpa osteoarthritis.
4. Suku.
Prevalensi dan pola
terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara
masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara
orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering
dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang
berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya
berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
3. Patofisiologi
Penyakit
sendi degeneratif merupakan
suatu penyakit kronik,
tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi
disertai dengan pertumbuhan
tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis
pada beberapa kejadian akan
mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal
ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan
trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang
menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
4. Manifestasi klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri
pada sendi yang terkena.
1.
Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada
osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan
fisik.
2.
Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30
menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH
jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri
biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit
yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya
berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada
osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan
tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum
dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan
Sendi
6. Pembengkakan
sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi
biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
7. Deformitas
Disebabkan
oleh distruksi lokal rawan sendi.
5.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Foto Rontgent
menunjukkan penurunan progresif
massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
2.
Serologi dan cairan sinovial dalam
batas normal
6.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Obat-obatan
Tujuan utama dari
program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan,
mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah
atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Sampai sekarang belum ada
obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya
yang belum jelas,
2.
Perlindugan sendi
Osteoartritis mungkin
timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari
aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat
listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada
lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk.
3.
Fisioterapi
Fisioterapi yang
diberikan meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan
obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi
paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Konsep Asuhan
Keperawatan
A.
Pengkajian
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala : nyeri
sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress dengan sendi,
kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Tanda : malaise,
keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan pada
sendi dan otot.
2.
Kardiovaskur
Gejala : fenomena
Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik kemudian kemerahan
pada jari sebelum warna kembali normal
3.
Integritas ego
Gejala :
factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain,
dan perubahan bentuk anggota tubuh
4.
Makanan / cairan
Gejala :
ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau cairan adekuat
: mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan
berat badan, dan membrane mukosa kering.
5.
Hygiene
Gejala : berbagai
kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri,
ketergantungan pada orang lain.
6.
Neurosensory
Gejala : kebas/
kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda :
pembengkakan sendi simetri
7.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut
dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi
), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).
8.
Keamanan
Gejala : kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan menetap,
kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
9.
Interaksi social
Gejala : kerusakan
interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
b/d penurunan fungsi tulang
2. Intoleran
aktivitas b/d perubahan otot.
3. Resiko
tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang
4. Perubahan
pola tidur b/d nyeri
5. Defisit
perawatan diri b/d nyeri
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri b/d
penurunan fungsi tulang
Kriteria
hasil: nyeri hilang atau tekontrol
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
-
kaji keluhan nyeri, catat lokasi
dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa sakit non verbal
-
berikan matras atau kasur keras,
bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
-
biarkan pasien mengambil posisi
yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di
tempat tidur sesuai indikasi
-
dorong untuk sering mengubah
posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit
di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak
-
anjurkan pasien untuk mandi air
hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi
-
berikan masase yang lembut
KOLABORASI
-
Beri obat sebelum aktivitas atau
latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat.
|
-
Membantu dalam menentukan
kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
-
Matras yang lembut/empuk, bantal
yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi
/ nyeri
-
Pada penyakit berat, tirah baring
mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
-
Mencegah terjadinya kelelahan umum
dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada
sendi
-
Panas
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan
-
Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot
-
Meningkatkan
relaksasi, mengurangi tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
|
Diagnosa 2 : Intoleran
aktivitas b/d perubahan otot.
Kriteria
Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Pertahankan istirahat tirah
baring/duduk jika diperlukan.
-
Bantu bergerak dengan bantuan
seminimal mungkin.
-
Dorong klien mempertahankan postur
tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan.
-
Berikan lingkungan yang aman dan
menganjurkan untuk menggunakan alat bantu.
-
Berikan
obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid.
|
-
Untuk mencegah kelelahan dan
mempertahankan kekuatan.
-
Meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum.
-
Memaksimalkan fungsi sendi dan
mempertahankan mobilitas.
-
Menghindari cedera akibat
kecelakaan seperti jatuh.
-
Untuk menekan inflamasi sistemik
akut.
|
Diagnosa 3 : Risiko
cedera b/d penurunan fungsi tulang.
Kriteria
Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Kendalikan lingkungan dengan :
Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat
jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan
posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil
-
Izinkan kemandirian dan kebebasan
maksimum dengan memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien
melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
|
-
Lingkungan yang bebas bahaya akan
mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan.
-
Hal ini akan memberikan pasien
merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi,
|
Diagnosa 4 : Perubahan
pola tidur b/d nyeri
Kriteria
Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau
tidur.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
-
Tentukan kebiasaan tidur biasanya
dan biasanya dan perubahan yang terjadi.
-
Berikan tempat tidur yang nyaman
-
Instruksikan tindakan relaksasi
-
Tingkatkan regimen kenyamanan
waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage.
-
Gunakan pagar tempat tidur sesuai
indikasi: rendahkan tempat tidur bila mungkin.
-
Hindari mengganggui bila mungkin,
misalnya membangunkan untuk obat atau terapi
KOLABORASI
-
Berikan sedative, hipnotik sesuai indikasi
|
-
Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang tepat.
-
Meningkatkan kenyamaan tidur serta
dukungan fisiologis/psikologis
-
Membantu menginduksi tidur
-
Meningkatkan efek relaksasi
-
Dapat merasakan takut jatuh karena
perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk membantu
mengubah posisi
-
Tidur tanpa gangguan lebih
menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin mungkin tidak mampu kembali tidur
bila terbangun.
-
Mungkin diberikan untuk membantu
pasien tidur atau istirahat.
|
Diagnosa 5 : Defisit
perawatan diri b/d nyeri
Kriteri
Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas per awatan
sendiri secara mandiri
. INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Kaji tingkat fungsi fisik
-
Pertahankan mobilitas, kontrol
terhadap nyeri dan program latihan
-
Kaji hambatan terhadap partisipasi
dalam perawatan diri,
-
Identifikasikasi untuk perawatan
yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda
|
-
Mengidentifikasi tingkat
bantuan/dukungan yang diperlukan
-
Mendukung kemandirian
fisik/emosional
-
Menyiapkan untuk
meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri
-
Memberikan kesempatan untuk dapat
melakukan aktivitas secara mandiri
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar