Selasa, 08 Desember 2015

Laporan Pendahuluan, Gerontik, Osteoartritis




 OSTEOARTRITIS 

LAPORAN PENDAHULUAN
GERONTIK

A. Konsep Dasar Lansia
      1.      Proses Menua
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap ahir perkembangan pada daur kehidupan manusia
( Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3),(4) No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua  atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi didalam   kehidupan  manusia.  Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak  permulaan  kehidupan.  Menjadi  tua  merupakan  proses alamiah,  yang  berarti  seseorang  telah  melalui  tiga  tahap kehidupannya,  yaitu  anak,  dewasa  dan  tua.  Tiga  tahap  ini  berbeda, baik  secara  biologis  maupun  psikologis.  Memasuki  usia  tua  berarti mengalami  kemunduran,  misalnya  kemunduran  fisik  yang  ditandai dengan  kulit  yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong, pendengaran  kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
WHO  dan  Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut  usia  pada  Bab  1  Pasal  1  Ayat  2  menyebutkan bahwa  usia  60  tahun  adalah  usia permulaan  tua.  Menua  bukanlah suatu  penyakit,  tetapi  merupakan  proses  yang  berangsur-angsur mengakibatkan  perubahan  kumulatif,  merupakan  proses  menurunya daya  tahan  tubuh  dalam  menghadapi  rangsangan  dari  dalam  dan  luar tubuh.
Lanjut  usia  merupakan  istilah  tahap  akhir  dari  proses  penuaan.  Dalam mendefinisikan  batasan  penduduk  lanjut  usia  menurut  Badan  Koordinasi Keluarga  Berencana  Nasional  ada  tiga  aspek  yang  perlu  dipertimbangkan  yaitu aspek  biologi,  aspek ekonomi  dan  aspek  sosial  (BKKBN  1998).  Secara  biologis penduduk  lanjut  usia  adalah  penduduk  yang  mengalami  proses  penuaan  secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan  terjadinya  perubahan  dalam  struktur  dan  fungsi  sel,  jaringan,  serta sistem  organ.  Secara  ekonomi,  penduduk  lanjut  usia  lebih  dipandang  sebagai beban  dari  pada  sebagai  sumber  daya.  Banyak  orang  beranggapan  bahwa kehidupan  masa  tua  tidak  lagi  memberikan  banyak  manfaat,  bahkan  ada  yang sampai  beranggapan  bahwa  kehidupan  masa  tua,  seringkali  dipersepsikan  secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000)
Menurut  UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama, 1995).

      2.      Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a.       Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59  tahun.
b.      Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c.       Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d.      Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e.       Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

      3.      Karakteristik Lansia
            Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki  karakteristik sebagai berikut:
a.       Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
b.      Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
c.       Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

      4.      Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a.       Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b.      Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c.       Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.


d.      Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e.       Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

      5.      Tugas Perkembangan Lansia
            Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a.       Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b.      Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c.       Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d.      Mempersiapkan kehidupan baru.
e.       Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f.       Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian  pasangan  (Maryam, 2008).


B. Konsep Dasar Osteoartritis
     1.      Definisi
Osteoartritis atau rematik adalah penyakit sendi degeneratif dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dnegan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.

      2.      Etiologi
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1.      Usia
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2.      Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3.       Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
4.      Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5.      Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).





3.  Patofisiologi
Penyakit   sendi   degeneratif   merupakan   suatu   penyakit   kronik,   tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan   sendi   mengalami   kemunduran   dan   degenerasi   disertai   dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis  pada beberapa kejadian  akan mengakibatkan  terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. 
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.



 4.  Manifestasi klinis
       Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena.
1.            Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2.            Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3.      Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4.      Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5.      Pembengkakan Sendi
6.   Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
7.      Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.

            5.      Pemeriksaan Diagnostik
1.       Foto   Rontgent  menunjukkan   penurunan   progresif   massa  kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi
2.      Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal



           6.      Penatalaksanaan Medis
1.        Obat-obatan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas,
2.        Perlindugan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk.
3.        Fisioterapi
Fisioterapi yang diberikan meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.


Konsep Asuhan Keperawatan
      A.    Pengkajian
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress dengan sendi, kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
2.      Kardiovaskur
Gejala : fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal
3.      Integritas ego
Gejala : factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh
4.        Makanan / cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau cairan adekuat : mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.
5.       Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang lain.
6.       Neurosensory
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetri
7.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).
8.      Keamanan
Gejala : kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
9.      Interaksi social
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

           B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri b/d penurunan fungsi tulang
2.      Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.
3.      Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang
4.      Perubahan pola tidur b/d nyeri
5.      Defisit perawatan diri b/d nyeri

      C.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
-          kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
-          berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
-          biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
-          dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak
-          anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi
-          berikan masase yang lembut

KOLABORASI
-          Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat.

-          Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
-          Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri
-          Pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
-          Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi
-          Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
-          Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot
-          Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi

Diagnosa 2 : Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
INTERVENSI
RASIONAL
-          Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.
-          Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin.
-          Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan.
-          Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu.
-           Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid.
-          Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan.
-          Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
-          Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

-          Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.

-          Untuk menekan inflamasi sistemik akut.

Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
INTERVENSI
RASIONAL
-          Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil  
-          Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam  lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
-          Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan.





-          Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi,

Diagnosa 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
-          Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan yang terjadi.
-          Berikan tempat tidur yang nyaman
-          Instruksikan tindakan relaksasi
-          Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage.
-          Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat tidur bila mungkin.
-          Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk obat atau terapi

KOLABORASI
-          Berikan sedative, hipnotik sesuai indikasi

-          Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
-          Meningkatkan kenyamaan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis
-          Membantu menginduksi tidur
-          Meningkatkan efek relaksasi
-          Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk membantu mengubah posisi
-          Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun.
-          Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat.

Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri
Kriteri Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas per awatan sendiri secara mandiri
. INTERVENSI
RASIONAL
-          Kaji tingkat fungsi fisik
-          Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan
-          Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri,
-          Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda
-          Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan
-          Mendukung kemandirian fisik/emosional
-          Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri
-          Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri






Tidak ada komentar:

Posting Komentar