Cholelithiasis (Batu Empedu)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Cholelithiasis merupakan adanya
pembentukan batu empedu. Batu ini mungkin terdapat dalam
kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan
suatu keadaan dimana terdapatnya batu
empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan
memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya
adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandungempedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandungempedu.
AnatomiKandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong
berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan
visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya
sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica
fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya
menonjol dibawah pinggirin ferior hepar yang dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan
visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus
cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan
ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi
fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati.
1.2 Rumusan
masalah
·
Apa pengertian Cholelithiasis?
·
Apa
saja klasifikasi Cholelithiasis?
·
Apa
saja penyebab Cholelithiasis?
·
Bagaimana
manifestasi Klinik penyakit tersebut?
·
Bagaiman Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu?
1.3 Tujuan
Maka dengan
ini dapat di rumuskan beberapa tujuan dalam pembahasan makalah ini :
1. Untuk para
mahasiswa dan pelajar dapat mengetahui apa saja yang menjadi penyebab
atau pemicu terjadinya penyakit hati dan empedu.
2. Untuk
mengetahui diet yang tepat dalam menangani penyakit hati dan
kandung empedu.
3. Untuk
mengetahui solusi yang tepat dalam mencegah terjadinya penyakit
hati dan kandung empedu.
4.
Untuk mengetahui pengobatan
yang baik dalam penyakit hati dan kandung empedu.
1.4 Manfaat
Agar kita sebagai mahasiswa tahu dan mengerti bahwa apa yang kita lakukan
akan mempunyai dampak kurang baik dan baik bagi tubuh dan
kondisi kesehatan kita, keluarga, maupun
lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu
empedu bisa terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau
saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja
disebut kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra
hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di
dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan
dan kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut
dengan
kolelitiasis.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu
empedu dibagi menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu
kolesterol (batu kolesterol murni, batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen
(batu kasium bilirubinat, batu hitam atau pigmen murni), dan batu empedu yang
jarang (batu kalsium karbonat, dan batu kalsium asam lemak).
Menurut Hadi
(2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:
Batu Kolesterol
a. Soliter (single
cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
Tipe batu ini
mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto rontgen terlihat intinya.
Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler. Batu
ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar
X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
Batu ini
terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu
mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada permukaannya
terdapat endapan pigmen kalsium.
c. Batu kolesterol ganda
Jenis batu ini
jarang ditemui dan bersifat radio transulen.
Batu pigmen
Pigmen
kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks dari
bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras, amorf, bulat, berwarna
hitam atau hijau tua. Alasannya ± 10 % radioopaque.
Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri
atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein. Biasanya
berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling sedikit
70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan
kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu
pigmen. Dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaanya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan
kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,
kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
2.3 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis
Kelamin
Wanita mempunyai
resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko
untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Obesitas
Kondisi
obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes
militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan
sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan
batu empedu kolesterol.
d. Statis
Bilier
Kondisi
statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang bisa
meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakang (medulla spinalis),
puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan
penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak
(misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier
akan menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan garam
empedu ke intestinal.
e. Obat-obatan
Estrogen
yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat
hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi
bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog
somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kantung empedu.
f. Diet
Diet rendah
serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam desoksikolat) dalam
empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni
meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan
kolesterol empedu.
g. Keturunan
Sekitar 25%
dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah turun
temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik
fraternal.
h. Infeksi
Bilier
Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada pembentukan
batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mucus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
i. Gangguan Intestinal
Pasien pasca
reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau kehilangan garam
empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol,
penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan
meningkatkan resiko batu empedu.
j. Aktifitas
fisik
Kurangnya
aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
k. Nutrisi
intravena jangka lama
Nutrisi
intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga
resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.4 Manifestasi Klinik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai
batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak
menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang
ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan
pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita
penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala,
yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya
bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh,
distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat
terjadi.
2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba
massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai
dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah
memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan
membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang
nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan
presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri
tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi
dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga membutuhkan
preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat
meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok
pada kulit.
4. Prubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang
larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu proses pembekuan darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung
empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam
waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut,
penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai
peritonitis generalisata.
2.5 Patofisiologi Pembentukan
Batu Empedu
Pada kolesistitis akut,
inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi setelah terdapat batu empedu
yang terjepit di dalam duktus sistikus. Kalau aliran empedu tersumbat, kandung
empedu akan mengalami inflamasi dan distensi. Pertumbuhan bakteri, biasanya
Escherichiacoli, bisa turut menimbulkan inflamasi. Edema kandung empedu akan
menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan iritasi kimia pada kandung
empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan oksigen dan mati
ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan pembuluh darah dan
mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan mengelupas sehingga kandung
empedu melekat pada struktur di sekitarnya 2.6 Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut
GEJALA AKUT |
GEJALA KRONIS |
TANDA :
|
TANDA:
|
1. Epigastrium kanan terasa nyeri
dan spasme |
1. Biasanya tak tampak
gambaran pada abdomen |
2. Usaha inspirasi dalam waktu
diraba pada kwadran kanan atas |
2. Kadang terdapat nyeri di
kwadran kanan atas |
3. Kandung empedu
membesar dan nyeri |
|
4. Ikterus ringan |
|
GEJALA:
|
GEJALA:
|
1. Rasa nyeri (kolik empedu)
yang Menetap |
1. Rasa nyeri (kolik empedu),
Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di
epigastrium menyebar ke arah skapula kanan |
2.
Mual dan muntah
|
2.
Nausea dan muntah
|
3. Febris (38,5°C) |
3. Intoleransi dengan makanan
berlemak |
|
4. Flatulensi |
|
5. Eruktasi (bersendawa) |
2.7 Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K. (cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan, hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Penegakan
diagnosis pasien koleliatiasis didasarkan pada pemeriksaan
ultrasonografi yang menunjukkan adanya batu pada saluran empedu maupun
malfungsi kandung mepedu. Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis
dengan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV
(Price, 2006).
ERCP
(endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya batu dalam duktus (Price, 2006). ERCP sangat bermanfaat
dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesifitas 98%,
dan akurasi 96%, namun prosedur ini invasive dan dapat menimbulkan komplikasi
pancreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal (Sudoyo, 2006).
MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) adalah teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan
radiasi ion. MRCP memiliki kelebihan dibandingkan ERCP yang salah satunya
adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan
instrument, zat kontras, maupun radiasi. Namun MRCP bukan merupakan modalitas
terapi dan aplikasinya juga bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat
berfungsi sebagai sara diagnostik dan terapi pada saat yang sama (Sudoyo,
2006).
2.8 Penangangan
Kolelitiasis Simptomatik
Pengobatan
paliatif pada pasien kolelitiasis adalah dengan menghindari makanan
dengan kandungan lemak tinggi, seperti jeroan, makanan berminyak dan juga
kacang-kacangan. Selain itu pada pasien simptomatik dapat diberikan cairan IV,
isap nasogastrik, analgetik, dan antibiotic. Asam empedu oral juga dapat
digunakan untuk melarutkan kolesterol pada batu empedu campran (Price, 2006).
Penanganan
pengangkatan kandung empedu juga dapat dilakukan dimana penanganan yang saat
ini banyak digunakan adalah dengan kolesistektomi laparoskopi, yaitu teknik
pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan luka operasi kecil
(2-10cm) sehingga rasa nyeri pasca bedah minimal dan dari segi kosmetik luka
parut yang kecil. Pada kasus empiema atau bila penderita dalam kondisi
kesehatan yang buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di drainese
(Sudoyo, 2006).
2.9 Komplikasi
Komplikasi
yang biasa timbul pada kejadian kolelitiasis adalah kolesistisis
dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Terkadang, batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan
terjadinya peritonitis (radang selaput abdomen) atau bisa juga terjadi
rupture dinding kandung empedu (Price, 2006).
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis
adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu
(duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Etiologi
batu empedu masih belum diketahui secara pasti.Kolelitiasis dapat terjadi
dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.Namun, semakin banyak faktor resiko
yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:jenis Kelamin, usia, obesitas, statis Bilier, obat-obatan, diet, keturunan, infeksi
Bilier, gangguan Intestinal, aktifitas fisik, nutrisi intravena jangka lama
3.2 Saran
Sebagai perawat profesional
diharapkan mampu melakukan tindakan Asuhan Keperawatan yang tepat dan sesuai
prisedur. Selain
itu pasien juga diharapkan dapat mengetahui labih lanjut tentang penyakit
kolelitiasis dan dapat menghindari makanan yang dapat menyebabkan penyakit.
Misalnya engan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak.
JCM Warehouse launches in Michigan with slots and table games
BalasHapusJCM Warehouse, a Michigan supplier, will distribute the 경상남도 출장마사지 latest and best slots 영주 출장샵 and table games at JCM's 천안 출장안마 Warehouse and 양주 출장샵 other 남원 출장마사지 locations in New Mexico.