Selasa, 08 Desember 2015

Cholelithiasis (Batu Empedu)


 Cholelithiasis (Batu Empedu)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Cholelithiasis merupakan adanya pembentukan batu empedu. Batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandungempedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandungempedu.
AnatomiKandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggirin ferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.

1.2 Rumusan masalah
·         Apa pengertian Cholelithiasis?
·         Apa saja klasifikasi Cholelithiasis?
·         Apa saja penyebab Cholelithiasis?
·         Bagaimana manifestasi Klinik penyakit tersebut?
·         Bagaiman Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu?


1.3 Tujuan
Maka dengan ini dapat di rumuskan beberapa tujuan dalam pembahasan makalah ini :
1.      Untuk para mahasiswa dan pelajar dapat mengetahui apa saja yang menjadi penyebab atau pemicu terjadinya penyakit hati dan empedu.
2.      Untuk mengetahui diet yang tepat dalam menangani penyakit hati dan kandung empedu.
3.      Untuk mengetahui solusi yang tepat dalam mencegah terjadinya penyakit hati dan kandung empedu.
4.      Untuk mengetahui pengobatan yang baik dalam penyakit hati dan kandung empedu.

1.4 Manfaat
Agar kita sebagai mahasiswa tahu dan mengerti bahwa apa yang kita lakukan akan mempunyai dampak kurang baik dan baik bagi tubuh dan kondisi kesehatan kita, keluarga, maupun lingkungan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kolelitiasis
      Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis.                       


2.2 Klasifikasi
     Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu empedu dibagi menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu kolesterol (batu kolesterol murni, batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu kasium bilirubinat, batu hitam atau pigmen murni), dan batu empedu yang jarang (batu kalsium karbonat, dan batu kalsium asam lemak).


Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:
     Batu Kolesterol
a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
  Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto rontgen terlihat intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
   Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada permukaannya terdapat endapan pigmen kalsium.
c. Batu kolesterol ganda
   Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen.

      Batu pigmen
   Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras, amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau tua. Alasannya ± 10 % radioopaque.

      Batu Campuran
   Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
   Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaanya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
    Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.

2.3 Etiologi
      Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
      a. Jenis Kelamin
    Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
      b. Usia
      Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.     
      c. Obesitas
     Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
     d. Statis Bilier
     Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakang (medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.
     e. Obat-obatan
            Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
      f. Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
      g. Keturunan
            Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik fraternal.
      h. Infeksi Bilier
            Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
      i.     Gangguan Intestinal
            Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.
      j. Aktifitas fisik
            Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

        k. Nutrisi intravena jangka lama
            Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.4 Manifestasi Klinik

1. Asimtomstik
            Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
            Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.

2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
            Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan presisten.
            Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
            Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.

     3. Ikterus
            Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

      4. Prubahan Warna Urin dan Feses
            Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
      5. Defisiensi Vitamin
            Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan darah normal.
            Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

2.5 Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu
Pada kolesistitis akut, inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi setelah terdapat batu empedu yang terjepit di dalam duktus sistikus. Kalau aliran empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamasi dan distensi. Pertumbuhan bakteri, biasanya Escherichiacoli, bisa turut menimbulkan inflamasi. Edema kandung empedu akan menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan iritasi kimia pada kandung empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan oksigen dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan mengelupas sehingga kandung empedu melekat pada struktur di sekitarnya

2.6 Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut
GEJALA AKUT
GEJALA KRONIS
TANDA :
TANDA:
1.      Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme
1.      Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2.      Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas

2.      Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
3.      Kandung empedu membesar  dan nyeri


4.      Ikterus ringan


GEJALA:
GEJALA:
1.      Rasa nyeri (kolik empedu) yang
Menetap
1.      Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan
2.      Mual dan muntah
2.      Nausea dan muntah
3.      Febris (38,5°C)
3.      Intoleransi dengan makanan berlemak

4.      Flatulensi

5.      Eruktasi (bersendawa)

2.7  Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1.      Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
2.      Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3.      Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
4.      Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi  sehingga             menyebabkan penurunan absorbsi vitamin  K. (cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
5.      USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan, hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu  ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6.      Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7.      PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8.      Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9.      CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10.  Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.

2.7  Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis pasien koleliatiasis didasarkan pada pemeriksaan ultrasonografi yang menunjukkan adanya batu pada saluran empedu maupun malfungsi kandung mepedu. Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis dengan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV (Price, 2006).
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus (Price, 2006).  ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesifitas 98%, dan akurasi 96%, namun prosedur ini invasive dan dapat menimbulkan komplikasi pancreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal (Sudoyo, 2006).
            MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. MRCP memiliki kelebihan dibandingkan ERCP yang salah satunya adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan instrument, zat kontras, maupun radiasi. Namun MRCP bukan merupakan modalitas terapi dan aplikasinya juga bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sara diagnostik dan terapi pada saat yang sama (Sudoyo, 2006).

2.8 Penangangan Kolelitiasis Simptomatik
Pengobatan paliatif pada pasien kolelitiasis adalah dengan menghindari makanan dengan kandungan lemak tinggi, seperti jeroan, makanan berminyak dan juga kacang-kacangan. Selain itu pada pasien simptomatik dapat diberikan cairan IV, isap nasogastrik, analgetik, dan antibiotic. Asam empedu oral juga dapat digunakan untuk melarutkan kolesterol pada batu empedu campran (Price, 2006).
Penanganan pengangkatan kandung empedu juga dapat dilakukan dimana penanganan yang saat ini banyak digunakan adalah dengan kolesistektomi laparoskopi, yaitu teknik pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan luka operasi kecil (2-10cm) sehingga rasa nyeri pasca bedah minimal dan dari segi kosmetik luka parut yang kecil. Pada kasus empiema atau bila penderita dalam kondisi kesehatan yang buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di drainese (Sudoyo, 2006).

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang biasa timbul pada kejadian kolelitiasis  adalah kolesistisis dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Terkadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis (radang selaput abdomen) atau bisa juga terjadi rupture dinding kandung empedu (Price, 2006).

 

 
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti.Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:jenis Kelamin, usia, obesitas, statis Bilier, obat-obatan, diet, keturunan, infeksi Bilier, gangguan Intestinal, aktifitas fisik, nutrisi intravena jangka lama

3.2 Saran
Sebagai perawat profesional diharapkan mampu melakukan tindakan Asuhan Keperawatan yang tepat dan sesuai prisedur. Selain itu pasien juga diharapkan dapat mengetahui labih lanjut tentang penyakit kolelitiasis dan dapat menghindari makanan yang dapat menyebabkan penyakit. Misalnya engan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak.
















1 komentar:

  1. JCM Warehouse launches in Michigan with slots and table games
    JCM Warehouse, a Michigan supplier, will distribute the 경상남도 출장마사지 latest and best slots 영주 출장샵 and table games at JCM's 천안 출장안마 Warehouse and 양주 출장샵 other 남원 출장마사지 locations in New Mexico.

    BalasHapus